7-Eleven Tanjung
Priok Sebagai Perubahan Gaya Hidup Pelajar di Daerah
Sekitar Tanjung Priok
(Studi kasus 7-Eleven Bugis, Tanjung Priok)
(Studi kasus 7-Eleven Bugis, Tanjung Priok)
Pengantar
Penulis akan membahas suatau
fenomena baru di daerah Bugis Raya, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dimana daerah
tersebut terdapat perubahan terhadap kaum pelajar di daerah sekitar termasuk
SD, SMP dan SMA/Sederajat. Daerah Bugis Raya ini mulai terdapat gerai 7-Eleven
terbaru yang dimana pada saat launching pembukaannya sangat ramai di kunjungi
oleh berbagai masyarakat termasuk para pelajar. Ketika munculnya gerai 7-eleven
terbaru di daerah Bugis Raya membawa dampak perubahan yang terlihat pada
kalangan pejar di daerah sekitar. Maka dari itu hal ini sangat menarik untuk di
bahas dalam paper kali ini. 7-Eleven baru ini mulai hadir seiring dengan
perkembangan ekonomi yang sangat pesat di Jakarta sehinga membawa dampak yang
negatif maupun positif pada masyarakat sekitar khususnya adalah pelajar di
daerah sekitar. Pola perubahan yang terjadi di daerah sekitar dan dinamika
masyarakatnya yatu seperti pola perekonoman yang semakin ramai di daerah
tersebut serta pola berinteraksi para pelajar daerah tersebut.
Sejak keberadaan 7-Elven antusias
masyarakat untuk membeli makanan di sevel sangat meningkat apalagi para pelajar
pada hari-hari biasa atau hari kerja dan bersekolah kebanyakan pelanggan sevel
adalah palajar. Hal ini di karnakan lokasi dari 7-Eleven yang begitu dekat
jaraknya dengan berbagai sekolah di daerah Bugis Raya, Tanjung Priok, Jakarta
Utara begitu pula banyak sekali anggapan bahwa orang yang membeli makanan dari
7-Eleven adalah “Anak Gaul”. 7-Eleven dengan fasilitasnya sangat menarik
para konsumen untuk brbelanja atau bertemu dengan rekan kerja dan kerabatnya di
7-Eleven. Fasilitas dari 7-Eleven di anataranya adalah tersedianya kursi dan
meja di halaman serta di dalam 7-eleven itu sendiri, sehingga pengunjung dapat
menunggu teman atau seseorang di 7-Eleven sambil makan atau minum. Begitu pula
dengan adanya wifi internet gratis sehingga pembeli dapat menikmati internet
dengan gratis dan berlama-lama untuk berada di 7-Eleven. Kemudian adanaya
ruangan ber-AC atau tidak untuk pengunjung yang sedang merokok serta toilet.
Tidak hanya fasilitasnya yang lengkap namun juga pelayanannya yang terbaik dan
kesidiaan barang-barang makanan dan minuman yang lengkap membuat pengunjung
sangat di manjakan sekali dengan faisilitas dan keberadaan 7-Eleven tersebut.
Di era modern
sekarang ini yang mulai pesat dengan berbagai kegiatan pembelajaran sekolah
tidak menyurutkan para remaja untuk menambah jarak keintiman dalam
komunitasnya. Sehingga mereka akan terus membuat komunitasnya atau menambahkan
komunitas mereka dengan menjadikan komunitas mereka sebagai agen atau ruang
bersosialisasi sesama temannya. Begitupula komunitas yang terbentuk di 7-eleven
ini menjadikan 7-eleven sebagai wadah untuk bereksistensi mereka di sosial.
Untuk memperdalam
serta memberikan keyakinan pembaca maka dengan data yang akurat penulis juga
tidak lupa melakukan pengamatan secara singkat dengan melakuakn pengamatan baik
secara fisik maupun wawancara dengan para pengunjung maupun dengan pekerja
di 7-eleven tersebut. Pengunjung sevel yang akan diwawancarai khususnya adalah
pelajar remaja yang sedang berkumpul di 7-Eleven Tanjung Priok tersebut. Selain itu berbagai sumber
dari internetpun didapatkan sebagai penjelas dari tulisan ini. Tidak hanya data
itu saja namun ada foto dari penulis yang konkrit untuk menjelaskan kondisi
7-eleven Tanjung Priok ini.
Penulis membagi
dalam beberapa tahapan yaitu terbagi menjadi 6 tahapan. Tahapan yang pertama
adalah pengantar yang dimana didalamnya akan menjelaskan gambaran secara umum
mengenai maksud dari tulisan ini agar dapat memahami lebih lanjutnya. Kedua
yaitu pendeskripsian mengenai 7-eleven mulai dari sejarahnya masuk ke
persaingan ekonomi di Indonesia serta perkembangan yang mulai pesat. Begitupula
pendeskripsian lokasi 7-Eleven ini yang dimana lokasinya sangatlah strategis dan
dilalui oleh berbagai pelajar sekolah mulai dari SD, SMP, SMA atau sederajat. Ketiga,
pendeskripsian mengenai 7-eleven Tanjung Priok sendiri khususnya wilayah Bugis
Raya, Swasembada, Kebon Bawang, Enim, dan warakas. Keempat,
beberapa factor yang mempengaruhi pelajar untuk berkumpul di 7-Eleven. Menjadikan 7-eleven sebagai tempat untuk bereksistensi perkumpulannya dengan berbagai prestise serta perubahan pola konsumsi
yang meningkat. Kelima mendeskripisikan bagaimana perubahan dari struktur
social terkait dengan pola atau gaya hidup remaja dengan 7-eleven sebagai agen
dari perubahan tersebut. Keenam, adalah penutup dari tulisan ini yang dimana di
dalamnya akan berisikan tentang argument penulis sebagai kesimpulan dari
perubahan social yang terjadi di sekitar wilayah 7-eleven Tanjung Priok.
Sejarah singkat 7-eleven
7-eleven saat ini sedang menjadi salah satu tempat nogkrong
tran di masa kini yang kebanyakan semua didominasi oleh para kaum pelajar
remaja. 7-Eleven adalah jaringan ritel kelas
dunia yang berasal dari Texas USA, berdiri sejak tahun 1927[1].
Saat ini 7-Eleven memiliki lebih dari 40.000 gerai di berbagai penjuru
dunia dan akan terus bertambah. Jepang merupakan negara dengan jumlah gerai
terbanyak, yaitu . Indonesia merupakan negara ke-18 yang dimasuki oleh
7-eleven, mulai masuk pada tahun 2009 dan dikelola oleh PT Modern Putra
Indonesia melalui sistem waralaba. Ini adalah anak usaha Grup Modern
International, yang juga pemilik lisensi Fuji Film. Hal ini karena usaha dari Henri Honoris selaku Presiden
Direktur PT Modern Putra Indonesia. Henri berusaha dengan cara mengirim email
mengenai permintaanya kepada pihak 7-eleven untuk membuka di Indonesia hingga
pada akhirnya kurang lebih 6 tahun barulah persetujuan itu di terima oleh pihak
7-eleven.
Tahun 1991, Southland Corporation
yang merupakan pemilik 7-Eleven, sebagian besar sahamnya dijual kepada
perusahaan jaringan supermarket Jepang, Ito-Yokado. Southland Corporation lalu
diubah namanya menjadi 7-Eleven, Inc pada tahun 1999. Tahun 2005, seluruh saham
7-Eleven, Inc diambil alih Seven & I Holdings Co. sehingga perusahaan ini
dimiliki sepenuhnya oleh pihak Jepang. Jumlah gerai 7-Eleven di Jakarta sudah mencapai 182 gerai yang berada di
lokasi strategis dan cocok sebagai tempat nongkrong. Gerai pertama 7-eleven
adalah di wilayah Bulungan Jakarta Selatan yang merupakan salah satu pusat
kegiatan dan nongkrong anak muda Jakarta. Segmen 7-Eleven memang anak muda dan
eksekutif muda yang selalu membutuhkan tempat untuk kumpul dan makan.
Kehadiran 7-eleven memberikan warna
tersendiri bagi perkembangan industri ritel di Indonesia serta semakin
memperketat persaingan di bisnis ritel secara keseluruhan. Konsumen semakin
memiliki banyak pilihan dalam berbelanja kebutuhannya, terutama kebutuhan untuk
makanan cepat saji yang murah dan tempat untuk nongkrong dan ngumpul yang
nyaman dengan lokasi strategis, ditambah dengan akses wi-fi yang cepat semakin
menamban kenyamanan pengunjung yang kebanyakan ABG (anak SMA-kuliahan) serta
eksekutif muda.
Popularitas
7-Eleven akan terus meningkat di dalam kurun waktu 10 tahun yang akan datang.
Hal ini dikarenakan oleh sesuainya konsep toko dengan gaya hidup orang
Indonesia, khususnya ibukota Jakarta. Range harga yang tidak terlalu mahal dan
tempat yang nyaman menjadi alasan utama masyarakat memilih untuk nongkrong di
7-Eleven ketimbang di mall-mall ibukota. Suasana santai pun menjadi daya tarik
tersendiri. Para pelanggan dapat datang dengan sendal jepit dan celana pendek,
sementara di mall-mall ibukota orang kerap datang dengan dandanan yang rapih.
Deskripsi lokasi 7-eleven Bugis
7-eleven ini
terletak di jalan Gadang I No 13A RT010/02, Kelurahan Sungai Bambu, kecamatan
Tanjung Priok,Jakarta Utara. Untuk lebih jelasnya lagi perhatikan gambar peta
sevel di bawah ini :
Gambar
1
Peta Lokasi Penelitian
Peta Lokasi Penelitian
Sumber : www.maps.google.com
Dari gambar di atas
terlihat kestrategisan gerai 7-eleven Tanjung Priok ini. 7-eleven ini
berdekatan dengan berbagai sekolah-sekolah mulai dari tingkatan SD, SMP, SMA
atau sederajat. Di dearah sekitar terdapat beberapa sekolah dasar mulai dari
SDN Kebon Bawang 06, SDN Gadang, SDS Hang Tuah 1, SDS Barunawati dan SDS
Strada. Pada tingkat SMP ada beberapa sekolah yang berdekatan yaitu ada SMPN
95, SMPN 55, SMPN 30, SMP Yapenda, SMP Strada, SMP Barunawati, dan SMP Mutiara
1. Sedangkan pada tingkat SMA mulai dari SMA 18, SMA 13, SMK Yapenda, SMK 12,
SMK Barunawati dan SMA Yapenda. Begitupula dengan mode transportasinya pun sangat
mudah untuk melewati atau menuju ke 7-eleven tersebut. Jika berasal dari jalan
bypass atau jalan raya besar, Swasembada dan daerah sekitarnya dapat di lalui
dengan menaiki angkot M14 menuju ke terminal, begitu pula sebaliknya dari
terminal ke jalan besar bypass. Sedangkan yang berasal dari daerah Warakas,
Sungai Bambu, dan sekitarnya dapat di lalui dengan angkot 03A yang berasal dari
warakas ke terminal dan bisa juga dengan angkot 02 menuju Ampera serta sebaliknya.
Bagi semua para pengunung yang datang dari mana saja dengan mudah turun di
depan 7-eleven tersebut karena semua angkot tersebut melewati depan 7-eleven Bugis
Tanjung Priok tersebut. Semua angkot yang dilalui dapat dengan cepat menuju kearah
7-eleven tersebut hanya dengan waktu singkat kurang lebih 5-10 menit sudah
dapat sampai ke 7-eleven tersebut.
Jadi dapat
disimpulkan secara langsung penempatan dari 7-eleven ini sebenarnya di tujukan
untuk kalangan remaja khususnya bagi para pelajar yang bertepatan di daerah
sekitar tersebut. Serta banyaknya orang yang berlalu-lalang melewati 7-eleven
ini sebagai jalur utama untuk masuk ke wilayah kecil seperti Warakas, Sungai
Bambu, dan terminal Tanjung Priok. Sehingga lokasi 7-eleven ini sangat
strategis dan sangat menguntungkan bagi pihak 7-eleven tersebut dan menarik
antuasisme masyarakat sekitarnya. Begitupula gerai pertama yang buka di wilayah
sekitaran Tanjung Priok Jakarta Utara.
Gambaran Struktur Sosial Lama dan Komunitas Pelajar
Pada tahun
2012-2013 disekitar gerai 7-eleven Tanjung Priok ini, pergerakan ekonominya
yang masih belum terlihat. Bahkan sebelum tahun 2012-2013 terdapat beberapa
cafe atau tempat hiburan malam seperti Labam-Ba, Toumotou, dan Pela-pela[2].
Bahkan bangunan yang di tempati 7-eleven sekarang ini adalah dulunya sebagai
tempat hiburan malam yang bernama tumoutou. Namun setelah itu ada beberapa
kegiatan ormas yang berlebelkan islam yang menutup paksa dari tem,pat hiburan
malam tersebut. Pada akhirnya lahan tersebut di bongkar dan dijual kepada pihak
7-eleven tersebut. Kemudian setelah itu barulah 7-eleven dibangun dan dijadikan
ruko makanan sekaligus tempat nongkrong pertama yang di baluti dengan prestise.
Setelah 7 eleven di bangun kemudian bermunculan tempat makan yang identik
dengan ke praktisannya
Tabel
1
Daftar Tabel toko yang baru buka setelah 7-eleven:
Daftar Tabel toko yang baru buka setelah 7-eleven:
Nama Toko
|
Waktu pembukaan
|
7-eleven
|
Desember 2012
|
La’Roti (took kue)
|
Februari 2013
|
Ayam Gandasari
|
Juni 2013
|
Ayam Lepas
|
Oktober 2013
|
PHD (pizza hut)
|
Januari 2014
|
HolanBakery
|
April 2014
|
Sumber: penelitian penulis bulan mei-juni 2014
Dari data tersebut dapat terlihat dengan jelas dengan
berdirinya gerai 7-eleven baru kini meningkatnya perekonomian dan pesat sehingga
semakin merebaknya industri makanan di daerah sekitar. Selain 7-eleven menbah
warna dan keramaian jajanan di sekitarv wilayah Tanjung Priok. Sehingga pola
konsumsi masyarakat sekitar menambah dan mengalami peningkatan yang signifikan.
Faktor ekonomi kapitalis juga menjadi salah satu factor pemicu mengapa
banyaknya sekali tempat-tempat baru yang mulai dibuka dan disebut sebgai tempat
nongkrong oleh kawula muda di Indonesia. Kapitalisme merupakan sebuah kekuatan
besar yang muncul beriringan dengan globalisasi[3].
Sehingga perusahaan-perusahaan kapitalis yang sangat kuat, akan selalu berupaya
untuk memperluas ekspansi pasar, bila tidak, perusahaan-perusahaan lambat laun
akan mengalami gulung tikar. Terbukti dengan berkembangnya 7-eleven hingga kini
mencapai kurang lebih 182 gerai yang tersebar di Jakarta.
Sehingga disini
mereka para kaum kapitalis terus menyebarkan segala usahanya supaya memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya. Begitupula dengan faktor modernisasi yang
begitu deras masuk dan mempengaruhi masyarakat Indonesia terutama anak muda
yang menjadi salah satu faktor mengapa tempat seperti 7-eleven, begitu di
gandrungi[4].
Kehidupan yang kebarat-baratan menjadikan sesuatu yang sangat bernilai bagi
mereka yang melakukan serta memberkan identitas yang jelas bagi dirinya. Dengan
berkembangnya industri makanan seperti itu membuat pengaruh bagi pola konsumsi
masyarakat di sekitarnya, terlebih lagi bagi para pelajar sebagai sasarannya.
Biasanya setelah pulang sekolah para pelajar langsung pulang ke rumah mereka
masing-masing ada juga yang main ke rumah teman mereka atau berkumpul bersma di
warung kopi atau makanan kaki lima. Tapi kini dengan kehadiran 7-eleven para
pelajar di daerah sekitar beralih ke tempat makan yang lebih modern dan
dilengkapi dengan berbagai kenyamanan
seperti fasilitas yang memuaskan untuk meluangkan waktu mereka.
Banyaknya
pengunjung di 7-eleven ini dikarnakan kepraktisan dalam mengkonsumsi makanan
yang ada di 7-eleven membuat pengunjung khususunya para remaja yang mulai
sekarang pola gaya hidupnya yang serba instan seperti yang ada di luar negeri
lainnya. Pada saat melihat 7-eleven ini akan ada nampak yang berbeda dari
biasanya yaitu pola gaya hidup mereka atau remaja, yang biasanya hanya
berkumpul di salah satu rumah mereka melakukan kegiatan kerja kelompok atau
makan di warung-warung kecil yang berada di pinggiran jalan atau pedagang kaki
lima sebagai ruang social lain mereka. Kini dengan kehadiran 7-eleven berubah
dengan menjadikan 7-eleven sebagai ruang sosial yang baru dengan diberi
kenyamanan serta kemudahan dalam mengakses internet secara gratis dan
kepraktisan lainnya yang ada di dalamnya. Menurut Macionis, perubahan sosial
merupakan transformasi dalam organisasi masyarakat dalam pola berpikir dan dan
dalam berperilaku pada waktu tertentu[5]. Perubahan sosial yang terjadi di kota-kota
besar saat sekarang ini mulai dari pola berpikir masyarakat yang menganggap
bahwa 7-eleven adalah tempat nongkrong yang berkelas dan memiliki nilai lebih
sebagai mengetahui status sosialnya.
Gerai 7-eleven di
daerah Tanjung Priok sangat memberikan perbedaan yang sangat mencolok mulai
dari segi fisik maupun non-fisik. Dari segi fisik 7-eleven tersebut yaitu
dengan halaman yang cukup luas untuk lahan parkir dan tempat duduk yang di
lengkapi dengan payung teduh dengan warna yang sangat mencolok berlogokan
7-eleven serta baliho besar yang dimana orang yang melewati jalan tersebut akan
menarik perhatian dari para pengguna jalan sekitarnya. Papan iklan yang
menggambarkan simbol yang sangat mencolok menjadiakan objek keinginan, dan
komuditas-komuditas inilah yang ingin di dapatkan masyarakat menurut
Baudrillard yang karyanya di tuangkan dalam aliran utama dari teori kritis dari
Adorno dan habernas[6].
Sehingga semua hal tersebut menjadi daya tarik bagi pelanggan mereka yang
melihat 7-eleven tersebut. 7-eleven ini tidak akan pernah habis pengunjung dan
pembeli di malam haripun juga karena jam buka 7-eleven ini beroprasi selama
1X24 jam dalam seminggu sehingga ada saja pembeli yang mamapir walaupun hanya
sekedar memebeli air putih sekalipun. Apalagi di hari-hari biasa seperti hari
kerja pada siang hari biasanya di ramaikan oleh para pelajar yang berkumpul
saat setelah pulang sekolah ataupun komunitas-komunitas kecil lainnya.
7-eleven hadir
ditengah keramaian pelajar disekitar sangatlah tepat bagi pelajar seperti
mereka karena berguna sebagai media ruang social yang baru sehingga membawa
dampak social yang mencolok. Ada beberapa factor yang mendorong pemanfaatan
ruang social baru ini[7]. Pertama,
dengan adanya faktor modernisasi yang beriringan dengan proses westernisasi
membuat para pelajar yang notabennya adalah anak muda yang sebagai aktor social
yang sangat mudah terpengaruh dengan dua hal yang masuk dan mengikuti apa saja
yang bersifat modern dan kebarat-baratan. Sehingga muncul kategorisasi
dikalangan anak remaja yang terbagi menjadi dua yaitu “anak gaul” dan “anak
cupu”. Mereka yang kurang up-todate dengan perkembangan sekarang ini. Kehadiran
7-eleven adalah salah satu indikator yang dijadikan ukuran anak gaul atau anak
cupu. Dengan adanya indikator ini akhirnya menimbulkan konsep pada dari mereka
bahwa dengan nongkrong di 7-eleven menjadi kebutuhan untuk identitas diri
mereka sendiri atau komunitasnya.
Kebutuhan akan
eksistensi tidak hanya masuk kedalam konsep individu namun berlanjut ke dalam
konsep komunitas atau kelompok. Sama halnya dengan desain 7-eleven yang memang
dirancang khusus untuk tempatnya berkumpul dan bukan tempatnya untuk berdiam
diri seorang. Sehingga membuat sebagian besar adalah mereka yang berkelompok,
terutama para pelajar.
Gambar 2
Gerai 7-eleven Bugis, Tanjung Priok
Gerai 7-eleven Bugis, Tanjung Priok
Sumber : Dokumentasi Penulis, Mei 2014
Seperti yang sudah
dijelaskan 7-eleven tidak akan pernah sepi pengunjung khusushya pada hari biasa
atau hari kerja mulai dari hari senin-jum’at hingga dari pagi sampai malampun
tidak pernah sepi pengunjung. Sepulang sekolah para pelajar kini mampir ke
7-eleven hanya untuk sekedar ngumpul bersama teman-temannya, serta bertukar
pikiran ataupun informasi sambil menikmati pelayan 7-eleven yang telah
diberikan. Pada hari-hari biasa pengunjung biasanya didominasi oleh kalangan
pelajar dan sebagian pengunjung adalah masyarakat biasa.
Sedikit cuplikan
dari wawancara penulis terhadap karyawan gerai 7-eleven tersebut yang sedang
bekerja di hari minggu.
“biasanya yah kalo yang paling rame itu Cuma dihari senin-juma’at aja,
mulai dari siang pas pulangnya jam sekolah pelajar samapi sore sekitar jam
5-an. Nah yang kebanyakan ngumpul disini sih biasanya ABG dari SMP sekitar sini
sama SMA sini deh. Biasanya juga mereka gak Cuma sekedar ngumpul aja tapi juga
mereka main kartu, internetan gratis, atau gak sambil makan cemilan aja
biasanya. Terkadang disini itu dipakai sama orang-orang yang lagi nunggu
temennya gitu.”[8]Adith,
23 tahun, Karyawan 7-eleven Bugis
Dari hasil
wawancara di atas ditemukan fakta bahwa kehadiran komunitas di 7-eleven Priok
ini berawal dari komunitas biasa di sekolah seperti teman bermain serta kumpul
seperti biasa. Mereka semua adalah sekumpulan teman dekat yang memang sudah
terbiasa melakukan aktivitas bersama-sama sehingga solidaritas mereka terjaga
dengan baik. Solidaritas sosial mereka yang kuat membuat mereka semakin akrab
dan terjaga. Menurut Emile Durkheim solidaritas sosial adalah suatu keadaan
relasi antara individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan
kepercayaan yang dibuat bersama[9]. Durkheim
membagi dua tipe solidaritas mekanis dan organis[10].
Masyarakat yang termasuk solidaritas mekanis yaitu adalah masyarakat yang satu
padu karena seluruh orangnya adalah generalis. Sedangkan solidaritas organis
yaitu bertahan bersama justru dengan perbedaan yang ada di dalamnya, dengan
fakta bahwa semua orang memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang
berbeda-beda. Dalam hal ini komunitas yang terbentuk di 7-eleven ini merupakan
bagian dari adanya solidaritas organis. Karena komunitas yang kekuatannya
bersifat rendah serta masih bervolume kecil atau bagian dari kelompok. Lain
halnya dengan solidaritas mekanis yang volumenya besar bahkan sampai seluruh
masyarakat. Sehingga komunitas merak dapat terbentuk dengan adanya relasi
antara individu atau kelompok yang didasarkan pada status dan kepercayaannya
satu sama lain.
Simak wawancara
yang penulis lakukan kepada pengunjung 7-eleven Tanjung Priok ini.
“saya sih biasanya sebelum ada sevel ini palingan sama
temen-temen saya ke tempat makan kaki lima gitu kayak bakso pinggir jalan aja.
Tapi sekarang semenjak ada sevel nongkrongnya disini deh sama temen-temen. Kalo
di tempat makan dulu biasanya uang jajan saya paling abis 10 ribu lah, tp
sekarang sih jadi abis 20 ribu lah hehe. Gapapadeh yang penting fasilitasnya
disini enak bisa internetan gratis gitu, lagi pula disini makananya bisa kita
bikin sendiri gitu sesuai selera kita deh kayak minuman slurpeenya aja bisa
ngambil semana aja. Awalnya juga saya sih gak mau nongkrong disini terus tapi
saya selalu diajak sahabat saya sih jadi ikutan aja deh disini. Tapi yang jelas
dengan adanya sevel kita jadi lebih mudah kok buat ketemuannya dan ngerjain
tugasnya gitu, soalnyakan ada internet gratis.”[11]Meydi,
16 tahun, pelajar SMA 18
Dari hasil
wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa 7-eleven dapat memberikan kenyamanan
terhadap siapapun sehingga para pelajar tersebut dapat dengan mudah mendapatkan
inspirasinya sehingga mereka dapat mengeksplorasi apapun dalam dirinya serta
memberikan kreasi dalam memilih makanan atau mencampur makanan atau minuman
mereka dengan sesuai selera mereka masing-masing. Begitupula dengan kehadiran
dirinya di 7-eleven ini merupakan suatu fakta sosial. Fakta sosial menurut
Durkheim adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku
pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal; atau bisa juga dikatakan
bahwa fakta sosial adalah seluruh cara bertindak yang umum dipakai suatu
masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari
manifestasi-manifestasi individual[12].
Sama halnya realita yang dialami Meydi ini dia dipaksa oleh kesadaran
kolektifnya terhadap temen-teman kelompoknya sehingga dia harus mengikuti
aturan-aturan yang ada di kelompoknya. Jika Meydi tidak mengikuti teman kelompoknya
maka Meydi akan mendapatkan ejekan ataupun pengusiran dari teman kelompoknya
tersebut. Dari sini juga dapat terlihat dengan adanya 7-eleven sebagai ruang
sosial yang baru para pelajar harus menyisihkan uangnya lebih banyak untuk
memenuhi kebutuhannya yang lebih di 7-eleven tersebut.
Kedatangan
7-Eleven Membawa Dampak Kepada Para Pelajar
Nongkrong bareng
bersama teman-teman kelompoknya lebih enak di tempat yang membuat diri kita
merasa nyaman akan hal itu semua. Tentu saja 7-Eleven yang menjadikan tempatnya sebagai tempat untuk
melakukan interaksi sosial yang paling nyaman kepada berbagai kelompoknya
khususnya adalah pelajar remaja. Hingga kini gerai 7-Eleven sudah bermunculan di tempat-tempat yang ramai dan
padat dengan para remaja yang berkumpul seperti mall, taman, dan lingkungan
sekolah.
Apa yang didapat
dari aktivitas nongkrong ini adalah sebuah citra atau kesan. Seperti halnya
yang di katakan oleh Pool, modernisasi sangat luas artinya mencangkup proses
memperoleh citra atau image baru seperti citra mengenai arah perubahan atau
mengenai kemungkinan perkembangannya (Lauer, 1982)[13].
Dalam konteks saat ini, nongkrong akan memberikan kesan kosmopolit, modern dan
global[14].
Dalam hal ini ada kaitannya para remaja yang sedang mencari eksistensi dirinya
terhadap teman yang lainnya seakan memberikan kesan yang lebih modern dan
global. Menurut Weber, dia membedakan
tindakan dengan perilaku yang murni reaktif[15].
Tindakan menurut Weber adalah yang jelas jelas melibatkan campur tangan dari
proses pemikiran (dan tindakan bermakna yang ditimbulkan olehnya) antara
terjadinya stimulus dengan respons. Seperti yang telihat pada realitanya bahwa
mereka nongkrong tidak hanya sekedar nongkrong namun mereka menstimuluskan
pemikiran mereka bahwa dengan nongkrong di 7-eleven dapat meningkatkan status
ekonomi mereka serta menemukan kesistensi mereka.
Dari kehadiran 7-Eleven ini sangat
mempengaruhi pelajar untuk zaman sekarangnya di antaranaya dari segi ekonomi
yang dimana para pelajar ini menjadi lebih konsumtif dalam membelikan sesuaru
barang. Contohnya pelajar yang ingin nongkrong di 7-Eleven harus membeli
sesuatu barang/makanan yang dimana makanan atau miuman tersebut jauh lebih
mahal dibandingkan warung atau tempat lain. Sederhannya pelajar tersebut bias
saja membeli minuman di luar/di warung dengan harga yang murah dari pada harus
ke 7-Eleven unutk hanya sekedar menunggu teman atau berkumpul bersama temannya.
Begitu pula pelajar yang merubah sifatnya menjadi lebih prestise yang dimana
pelajar ini tidak lagi melihat nilai guna dari suatu barang namun melihat
keprestisan-nya serta status social yang diterima. Begitu pula adanya anggapan
bahwa dengan nongkrong di 7-Eleven membuat status social individu akan di
angkat derajatnya oleh teman-temannya.
Tidak hanya itu saja dampak yang dibawa oleh keadaan
7-Eleven itu sendiri namun juga dalam segi social 7-Eleven di jadikan sebagai
ruang social terbaru bagi pelajar sehingga pelajar dapat melakukan interaksi
sesama teman sebayanya menjadi lebih leluasa tanpa dibatasi oleh pengawasan sekolah.
Terlebih lagi dengan adanya 7-Eleven membuat pelajar menggunakan 7-Eleven
sebagai ruang social yang positf yaitu dengan menjadikan ruang social yang baru
ini sebagai tempta untuk berkupul dan mengerjakan tugas bersama dengan
memanfaatkan fasilitas yang ada semacam adanaya wifi.
Penutup
7-eleven identik
dengan tempat berkumpulnya para pelajar yang sedang mencari eksistensi mereka.
7-eleven kini bukan lagi mini-market yang berfungsi sebagai tempat untuk
berbelanja makanan siap saji akan tetapi di jadikan sebagai tempat untuk
nongkrong bagi para kalangan remaja saat sekarang ini. Desain dari 7-eleven ini
pun di bikin senyaman mungkin dengan diberikan berbagai fasilitas yang
memudahkan kita (pelanggan) untuk berinteraksi dalam ruang sosial tersebut.
Dengan adanya ruang
sosial baru bagi para pelajar yang membuat terbentuknya komunitas tersendiri
memberikan dapak positif dan negatif secara laten. Dampak positif dari adanya
7-eleven ini yaitu membuat komunitas kecil dalam sebuah ruang sosial yang memiliki
kenyamanan. Begitupula dengan ruang sosial yang berfungsi untuk tempat bertukar
pikiran dan juga informasi yang terbaru sesama teman komunitasnya. Dengan
adanya 7-eleven ini mereka dapat nongkrong bersama di 7-eleven serta membuat
hubungan sesama temannya menjadi lebih intim dalam komunitasnya.
Tabel
2
Perbandingan
Pola Gaya Hidup Pelajar
Struktur lama
|
Struktur Baru
|
Kondisi fisik :
sebelumnya belum ada gerai-gerai toko makanan yang instan dan prestise di
sekitar wilayah Tanjung Priok ini. Sepanjang jalan Bugis raya masih
terdapatnya tempat-tempat hiburan malam
|
Gerai 7-eleven
mendapatkan antuisme yang sangat besar dari para pelajar remaja di sekitar
wilayah Tanjung Priok. Tempat hiburan malam semuanya berubah menjadi tempat
makan Modern
|
Setelah pulang
sekolah biasanya pelajar langsung pulang atau bermain ke rumah temannya.
Bahkan ada yang lebih memilih ke warung makan di pinggir jalan seperti warung
bakso dan yang lainnya
|
Setelah pulang
sekolah para pelajar kini tidak langsung pulang melainkan gerai 7-eleven
langsung di penuhi oleh pelajar di sekitarnya. Untuk mengisi waktu luang
tersebut dengan menghabiskannya di gerai 7-eleven.
|
Sebelumnya pola
konsumtif remaja saat itu belum terlihat, bahkan masih banyak yang mencari
makan di warung-warung kecil atau pedagang kaki lima sebagai tempat untuk
bertukar pikiran mereka serta belum mengganggap hal yang mewah
|
7-eleven di jadikan
tempat untuk berkumpul bersama teman-temannya untuk bertukar informasi. Tidak
hanya itu saja namun dari aktifitas kumpul bareng ini yang mereka dapat
adalah sebuah citra dan kesan. Karena dengan citra dan kesan tersebut
merupakan hal yang di anggap modern dan global atau hal yang mewah.
|
Pola konsumsi
pelajar sebelum adanya 7-eleven belumlah meningkat melainkan masih bisa
minyisakan uang jajannya untuk menabung. Karena di warung-warung kecil tidak
perlu merogok kocek terlalu dalam.
|
Dengan adanya 7-eleven,
kini pola konsumtif para pelajar sangatlah tinggi sehingga mereka harus
mengeluarkan uangnya untuk kebutuhan di gerai 7-eleven tersebut.
|
Sumber : Ringkasan Penulis, Mei 2014
Pola konsumsi para
pelajar ini merupakan sebuah perubahan sosial yang mementingkan eksistensi dan
juga prestise sebagai sebuah gambaran mengenai gaya hidup pelajar remaja
sekarang ini khususnya di kota-kota besar lainnya. Para pelajar kini tercermin
dari tempat yang mereka tempati sebagai ajangnya berkumpul bersama temannya
serta apa yang mereka konsumsi. Ini kemudian dapat di sebut sebagai konsumsi
simbolik; barang-barang yang mereka konsumsi mempunyai nilai yang lebih tinggi
sehingga menyimbolkan “siapa diri saya” dan “apa status soial saya”. Sehingga
memunculkan konsumsi sebagai bagia dari gaya hidup pelajar masa kini yang di
pengaruhi oleh globalisasi dan media masa. Selain itu pula kini 7-eleven
mempunyai nilai yang lebih dibandingkan dengan tempat lain sehingga menjadi
tempat nongkrong terbaik bagi para remaja.
Daftar Pustaka
Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Rajawali Pers.
Lawang, Robert M. Z. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT Gramedia.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2012. Teori Sosiologi. Bantul: Kreasi Wacana.
Scott, Jhon. 2012. Teori
Sosial. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Lab.Sosiologi UNJ. Scripta Societa: Terbentuknya Komunitas Pelajar di 7-eleven (studi kasus: 7-eleven
Ciledug). Jakarta. Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta.
Lab.Sosiologi UNJ. Scripta Societa: Di Bawah Secangkir Kopi: Starbucks Coffe Sebagai Arena Konsumsi
Simbolik (Sebuah Studi Mengenai Pola Konsumsi Sebagai Gaya Hidup. Jakarta.
Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta.
www.google.com
www.7elevenid.com
[1] 7-eleven dulunya
pernah hadir di Indonesia pada tahun 1980-an, namun usianya tidak lama.
Kemudian 7-eleven memasuki Indonesia kembali pada saat penjualan rol film untuk
kamera analog mulai menurun hingga pada akhirnya adanya kerja sama yang di
lakukan oleh Henri Honoris. Selengkapnya lihat di wbsite : www.7elevenid.com
[2] Pengamatan
penulis yang memang sudah tinggal lama didaerah tersebut dan wawancara terhadap
masyarakat sekitar.
[4] Seperti yang di
jabarkan oleh Arief Rachman, Terbentuknya
Komunitas Pelajar di 7-eleven, suatu studi kasus dalam Jurnal Scripta
Societa (Dinamika Masyarakat Perkotaan), vol.6, Jakarta: Laboratorium Sosiologi
UNJ, 2012, hal. 54
[7] Faktor yang
mendorong adanya pemanfaatan ruang sosial baru di jabarkan oleh Arief Rachman,
Terbentuknya Komunitas Pelajar di 7-eleven, suatu studi kasus dalam Jurnal
Scripta Societa (Dinamika Masyarakat Perkotaan), vol.6, Jakarta: Laboratorium
Sosiologi UNJ, 2012, hal. 54
[11] Wawancara kepada
pelajar dilakukan di gerai 7-eleven pada hari kamis, tanggal 22 Mei 2014, pukul
13:20
[12] Kutipan Durkeheim
yang menjelaskan bahwa Durkheim memberikan dua definisi untuk fakta sosial agar
sosiologi bisa dibedakan dari psikologi, lihat George Ritzer dan Douglas J.
Goodman, Teori Sosiologi (Bantul:
Kreasi Wacana, 2012), hlm.81.
[14] Seperti yang dikatakan Aida Hanifa, Di Bawah Secangkir Kopi, suatu studi
literatur dalam Jurnal Scripta Societa (Masyarakat di Simpang Jalan), vol.1,
Jakarta: Laboratorium Sosiologi UNJ, 208, hal. 38.